Aku
mengambil sebuah jas hitam yang sudah kupersiapkan sebelumnya untuk acara ini.
Kulihat pantulan diriku sekali lagi di kaca untuk memastikan tidak ada yang
kurang dengan penampilanku. Aku menghela nafas. Masih tidak beranjak dari depan
kaca.
Sebentar lagi
aku akan melihatnya berdiri di depan altar. Wanita yang selalu aku cintai.
Tidak dengan t-shirt band favorit dan
sneakers kebanggaannya yang selalu ia
kenakan. Ia akan mengenakan gaun warna putih dan high heels dengan warna senada yang membuatnya terlihat sangat
anggun. Rambutnya yang selalu diikat asal akan ditata rapi dan dihiasi dengan
mahkota kecil dan wedding veil.
Wajahnya yang memang sudah cantik tanpa make-up
akan terlihat lebih cantik dengan make-up.
Kau terlihat sangat cantik, akan kubisikkan
itu padanya. Lalu, ia akan tersenyum dan menunjukkan dua lesung pipi yang menjadi
ciri khas nya. Seperti yang selalu ia lakukan di tahun-tahun yang lalu.
Tiga puluh
menit berlalu, dan akhirnya aku memutuskan untuk berangkat.
Ia
disana. Wanita yang selalu aku cintai. Tepat seperti apa yang aku bayangkan.
Cantik. Anggun. Selalu membuatku jatuh cinta.
Ya.
Ia disana.
Aku duduk dalam diam. Mendoakan kebahagiaannya
kepada Tuhan. Mendoakan agar ia selalu bahagia dalam setiap nafas yang
dihembusnya. Dan berdoa, agar aku masih bisa melihat senyumnya yang dulu selalu
ia tujukan hanya untukku.
Ya Allah, bahagiakanlah ia. Juga... keluarga
kecil mereka. Ucapku dalam hati.
Aku membaca
ulang sebuah notes kecil yang telah
aku persiapkan dengan sebuket bunga tulip kesukaannya.
“Dear Catherine,
Selamat atas pernikahan kalian. Aku turut
berbahagia. Dan, kau terlihat sangat cantik hari ini. Ah, tidak. Kau memang
selalu cantik dimataku. Sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian.
Alif.”
Aku dan dia
memang tidak akan pernah bisa sama. Namun, kita tak pernah bisa memilih dengan
siapa kita akan jatuh cinta. Dan aku, hingga saat ini, masih jatuh cinta
padanya.