Aku mengkonsumsi. Lalu, memuntahkan. Begitulah definisi
bulimia. Namun, kasusku disini, bukan makanan yang aku konsumsi. Tapi, memori.
Ribuan memori tentang aku dan kau, yang dulu pernah disebut dengan “kita”.
Memori yang menyenangkan, yang membawaku kembali dalam
alunan rindu yang merdu sekaligus memekakkan telinga. Sekali waktu aku membuka
kembali memori kita. Perlahan, lalu terbiasa. Begitu candunya aku akan memori
itu.
Namun, aku segera memuntahkannya. Itu sangat tidak baik bagi
tubuhku. Terlebih, hatiku.
Pernah suatu waktu, aku begitu kelaparan dan menghabiskan
banyak porsi tentang memori kita. Tak pernah ada kata kenyang. Aku menjadi
lebih rakus dari hari ke hari. Namun, disaat yang sama, aku segera
memuntahkannya kembali. Aku tak bisa menambah kalori-kalori rindu ini untuk
tubuhku. Sudah terlalu banyak lemak yang menguasai.
Aku sadar sekali ini tak baik untukku. Aku benar-benar
sadar. Namun, candu ini begitu menggoda. Tak pernah cukup aku akan kau. Akan
kita. Walau sekarang kau entah sedang beradu kasih dengan siapa. Walau aku tak
pernah tahu pasti bibir siapa yang akan kau kecup. Tubuh baru yang kau peluk.
Sebuah jiwa baru untuk kau ambil.
“Percayalah, aku akan selalu berada disini. Di dekatmu.
Walau nyatanya memang kita terpaut jarak ribuan kilometer yang begitu menyiksa.
Namun, aku selalu disini. Bersamamu. Kau harus percaya itu.”
Lebih dari ribuan kali kalimat itu aku telan mentah-mentah.
Mengendap di seluruh tubuhku. Membuat jantungku berdegup tak karuan ketika aku
memutar ulang memori itu. Lalu, tak lama, air mata seakan tak sanggup lagi
berada di pelupuk. Ia jatuh. Tepat ketika aku bersuara...
“Iya. Aku percaya. Aku selalu percaya.”
Penyakit ini sudah begitu akut. Aku ingin sembuh. Aku tak
ingin candu ini menggerogoti tiap aliran darahku. Tidak mudah memang, tapi aku
harus mencoba.
Tak akan lagi aku mengkonsumsi memori ini. Sehingga tak akan
ada lagi yang harus dimuntahkan selanjutnya. Seperti kata-kataku saat iku, “Aku
percaya. Aku selalu percaya.” Ya. Aku percaya aku bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar