Selasa, 17 April 2012

Hai kau

Hai kau yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Apa kabar? Aku disini baik-baik saja. Tentu aku masih tetap dengan usahaku menghapus luka. Jangan marah, aku tidak menyalahkanmu. Aku juga tidak menyalahkan diri sendiri. Hiduplah yang membawa kita seperti ini. Hidup juga yang mengatur pertemuan dan perpisahan ini.
Aku masih mengingat jelas “Suatu hari nanti aku akan kerumahmu,” atau “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” dan untaian-untaian janji lainnya darimu. Manis memang, indah memang, tapi itu tidak menutup caci dan makian darimu. Aku lebih mengingat kata-kata khas Suroboyo yang sering kau lontarkan ketika amarah menguasaimu. Jangan salahkan aku yang masih mengingat memori itu. Kau sendiri yang menancapkannya di otakku. Oh, terlebih hatiku. Kata-kata yang selalu aku dengar dengan mata nanar dan hati bernanah. Bisakah kau membayangkannya? Bisa?
Aku hanya seorang perempuan. Aku lemah, kau tahu. Aku lemah dengan sumpah serapahmu yang membabi buta itu. Satu tahun. Kurang lebih satu tahun aku menahan itu semua. Kenangan indah? Aku tidak ingat. Terpaku dan tertutup rapat pada peti kehancuran. Aku terperosok. Seolah kau disana, tapi kau tak dapat menolongku.
Sebut aku egois, sebut aku orang yang tidak mempunyai hati. Baiklah. Aku terima. Toh, aku sudah terlatih untuk mendengar kata-kata itu.
Hai kau yang pernah menjadi bagian hidupku. Sampai saat aku menulis ini, ketakutan masih saja menyergapku. Takut jika kau akan marah pada setiap detail huruf yang ada disini. Satu yang harus kau tahu. Aku menulis fakta. Dan aku tahu benar bahwa kau tahu itu.
Selamat malam, kau. Dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar