Selasa, 30 September 2014
Teruntuk Wanita di Depan Altar
Jumat, 26 September 2014
Bulimia
Sabtu, 05 Juli 2014
Teruntuk Sebuah Nyawa Di Dalam Rahimku
Masih Sanggupkah Kau Tersenyum Nanti?
Berhenti
Sabtu, 02 November 2013
Kau di Depan Sana, Selamat Untuk Kekasih Baru mu.
Mimpi
Sabtu, 21 September 2013
Demi Masa
Dulu, rasanya tiada hari aku lewatkan tanpa kehadiran mereka.
Dulu, setiap sore, dengan memakai kerudung merah jambu kesukaanku, aku selalu duduk di ruang tamu dan menyenandungkan ayat-ayat suci Al-Quran.
Dulu, melafalkan asmaul husna sudah merupakan suatu kewajiban bagiku.
Dulu, tidak pernah kulewatkan waktu sholatku, kutinggalkan apapun yang aku kerjakan untuk menunaikan sholat terlebih dahulu.
Dulu, aku merasa dekat sekali dengan Gusti Allah, membuat segala terasa tentram.
Dulu, yang sunah terasa wajib untukku. Mulai sholat sunah, hingga puasa sunah senin kamis.
Kini, aku yang sudah terbiasa tanpa kehadiran mereka, sudah tak pernah lagi menyentuh mereka.
Kini, kerudung merah jambu kesukaanku sudah berlubang termakan rayap.
Kini, rasanya aku sudah tidak ingat lagi bagaimana cara membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Kini, asmaul husna yang dulu aku hafal di luar kepala, sudah hilang terkikis waktu.
Kini, jangankan sholat, ingat keberadaan-Nya saja aku seringkali lupa.
Kini, aku merasa jauh sekali dengan-Nya.
Gusti.. Mohon ampun..
Teruntuk Kau di Depan Sana
Selasa, 09 Juli 2013
Gusti Allah Mboten Sare
Senin, 14 Januari 2013
Menunggu Takdir
Hanya takdir yang bisa menyelamatkanku. Aku harap ia juga tidak ikut mempermainkanku. Aku buta akan nurani. Realita yang membutakannya. Apa daya, aku juga butuh hidup. Namun, hidup tidak membutuhkanku. Terseok-seok aku melangsungkan hidup, ia meludahkanku mentah-mentah. Sedikitpun ia tak mau menengokku.
Takdir. Bagaimanapun juga, aku tetap akan menunggumu. Walau hidup berusaha untuk membinasakanku, aku percaya, kau, takdir, akan memihak kepadaku. Benar kan? Benar kan, takdir?
Sabtu, 22 Desember 2012
Tuhan Maha Adil
Tuhanku yang Maha Adil, aku kedinginan. Dan mereka di luar sana dengan mudah membeli jaket necis tebal yang mahal. Jangankan jaket necis tebal yang mahal, yang aku punya hanya selembar selimut tipis yang aku pakai berdua dengan adikku.
Tuhanku yang Maha Adil, aku kesakitan. Dan mereka di luar sana terlihat segar bugar dengan vitamin yang dikonsumsinya setiap hari. Jangankan mengkonsumsi vitamin, untuk makan saja aku sudah kesusahan.
Kau memang adil Tuhanku. Kau memang adil.
Okay
"Okay."
"Jika kau sedang merasa kacau, telepon aku,"
"Okay."
"Jika kau tengah sedih, telepon aku."
"Okay."
"......."
"......."
"Sayang? Kau mendengarkanku?"
"Okay."
Berfikir
Jumat, 21 September 2012
Kita
Sabtu, 26 Mei 2012
Apa salahku?
Kamis, 26 April 2012
Rindu
Ingin melepaskan diri dari jeratan logika.
Jangan, kataku.
Rindu masih saja menggeliat.
Mengetuk-ngetuk hati yang terbaring lemah.
Jangan, kataku lagi.
Rindu menggeliat lebih keras.
Ia menghanguskan memori-memori sendu.
Rindu berhasil membujuk kenangan untuk bekerja sama.
Aku tak berdaya.
Logika telah dikuasainya.
Aku kalah.
Aku mulai menekan-nekan tombol di ponselku yang sudah ku hafal di luar kepala.
Satu nada sambung.
Dua nada sambung.
“Halo,”
Nah, rindu. Kau pemenangnya.
“Emm, hai. Apa kabar?”
Selasa, 17 April 2012
Hai kau
Senin, 02 April 2012
Tolong aku!
Aku berjalan lurus kedepan. Hanya langkah kakiku yang terdengar menggema di sepanjang lorong ini. Ku tatap cahaya terang di ujung sana. Aku mulai berlari. Aku berlari dan terus berlari. Tapi, cahaya itu enggan menungguku. Ia perlahan memudar. Tidak. Jangan! Jangan pergi. Tolong, aku mohon. Aku berlari semakin kencang. Aku menggapai-gapai cahaya di depanku. Ia tak mau menungguku. Dan hilang. Tepat disaat aku mulai menapak kilaunya, ia menghilang. Aku terkapar lemas. Tubuhku lelah sekali. Aku terengah-engah.
“Selamat datang kembali,” Ujar kegelapan sambil menyeringai. Seringai seram yang selama ini menghantui hari-hariku.
Tubuhku terseret gelap. Aku kembali terperosok dalam kelam. Aku meraih-raih pegangan. Mencari sisa-sisa cahaya yang tertinggal. Tapi, tak ada sedikitpun yang tersisa untukku. Aku tidak mau bertemu pekat. Aku tidak mau!
“Heh pecun ngelamun aje! Tuh, ada tamu. Layanin yang bener. Kalo nggak, abis lu ama gue.” Teriakan germo babi membuyarkan lamunanku.
Ah sial. Ku letakkan sejenak imaji ku. Ku matikan rokok, dan melangkah kembali pada realita.